Operasi ini sebenarnya disebut Ops A,
yaitu operasi intelijen yang lebih menekankan hasil pada efek politis
daripada efek militer. Misi yang diemban pasukan ini adalah untuk
mendampingi gerilyawan lokal dalam operasi militer, memberi pelatihan
pada kader kader setempat yang dapt dikumpulkan di daerah sasaran, dan
setelah dianggap cukup mereka akan kembali ke pangkalan.
Dari keterangan seorang anggota KKO - AL yang kembali pada tahun 1967, Serma Z. Yacobus, yang dalam operasi
tersebut masih berpangkat kopral, di dapat keterangan sebagai berikut :
Tim 3 dari Kompi Brahma II menggunakan kapal patroli cepat, milik Bea
Cukai. Tim operasi terdiri dari 21 anggota. Rombongan dibawa menuju
suatu tempat diperbatasan pada tanggal 17 Agustus 1964 sekitar pukul
20.00 waktu setempat. Pelayaran memakan waktu sekitar 4 jam. Setelah
mendapat perintah dari masing masing komandan tim dan juga menerima
perlengkapan tambahan, sekita pukul 01.30 tengah malam rombongan
menerima briefing dari komandan basis II, dilanjutkan dengan embarkasi
ke dalam 2 perahu motor yang telah dipersiapkan. Sembilan orang
sukarelawan lokal dari Malaysia juga ikut dalam tim dan akan bertindak
sebagai penunjuk jalan. Dengan demikian jumlah tim menjadi 30 orang.
Dengan menggunakan formasi berbanjar, berangkatlah kedua perahu tersebut
menuju sasaran. Salah satu mengalami kerusakan mesin dan akhirnya kedua
tim pun menjadi satu menuju sasaran. Sekitar pukul 06.30 kedua tim
sampai ke daerah sasaran tanpa diketahui oleh musuh. Ternyata daerah
pendaratan merupakan daerah rawa rawa yang berlumpur. Kedua tim
memutuskan untuk bertahan di situ yang jaraknya sekitar 50 meter dari
pantai pendaratan. Namun rencana penyusupan ini dikhawatirkan sudah
diketahui oleh musuh, sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan
gerakan dahulu dan tetap berlindung di semak semak sambil menunggu hari
menjadi gelap. ( Ulasan Spahpanzer : Gw pernah baca artikel di internet
entah di mana gw lupa, ternyata memang banyak operasi penyusupan
rahasia ke wilayah Malaysia yang sengaja dibocorkan oleh oknum oknum di
dalam TNI sendiri ke pihak lawan, menurut artikel tersebut ).
Pukul 19.00 tim baru dapat meninggalkan
tempat persembunyian dan mencoba menyusuri medan berawa tersebut dengan
susah payah dan pukul 03.00 pagi mereka beristirahat. Demi keamanan,
kedua tim berpisah. Tim I dipimpin Serda Mursid sebagai komandan tim,
dan tim 2 dipimpin Serda A. Siagian. Rupanya kedudukan infiltran sudah
diketahui pasukan keamanan setempat, karena setelah 3 jam pasukan berada
di situ, kedudukan mereka sudah dikepung musuh. Diperkirakan kekuatan
musuh satu peleton ( 30 – 40 orang ).
Musuh melakukan tembakan pancingan untuk
mengetahui posisi pas pasukan, disusul dengan ledakan granat tangan.
Maka pertempuran pun tak dapat dihindarkan lagi. Kemampuan bertempur
musuh ternyata masih di bawah kemampuan pasukan KKO - AL. Beberapa orang
musuh tertembak mati. Di pihak tim gugur satu orang penunjuk jalan.
Merasa tidak dapat mengimbangin KKO - AL pertempuran tersebut, maka
pihak musuh mendatangkan bantuan 2 helikopter dan satu pesawat. Namun
sebelum bantuan tersebut tiba, pasukan KKO - AL telah bergerak
meninggalkan lokasi kontak senjata dan mencari tempat yang lebih aman
untuk bertahan dalam rawa rawa tersebut.
Musuh pun kemudian menggunakan anjing penjejak untuk melacak kedudukan
tim KKO - AL. Pada tanggal 19 Agustus 1964, komandan tim memerintahkan 2
penunjuk jalan asal Malaysia untuk melakukan pengintaian dan mencari
informasi dengan menyamar berpakaian seperti penduduk biasa. Namun
hingga senja, keduanya belum juga kembali. Untuk mengatasi keragu
raguan, komandan tim memutuskan untuk tidak menunggu mereka lebih lama
lagi. Pasukan segera bergerak meninggalkan lokasi. Senjata dan
perlengkapan keduanya disembunyikan di dalam lumpur untuk menghilangkan
jejak.
Dalam perjalanan, tiba tiba tim mendapat
serangan mendadak dari musuh. Dengan semangat KKO - AL “Pantang mundur,
mati sudah ukur” tim melawan musuh dengan gigih. Beberapa musuh terluka.
Hal itu didasarkan pada keterangan penduduk setempat yang sepat ditemui
tim setelah selesainya pertempuran. Dipihak KKO - AL, satu orang
penunjuk jalan asal Malaysia gugur.
Malam itu tim terpaksa beristirahat lagi
sambil berlindung selama satu hari dan selanjutnya kembali bergerak,
namun mereka tidak dapat menuju sasaran yang direncanakan karena sudah
diketahui oleh musuh. Hal ini diketahui dari adanya bunyi rentetan
tembakan. Rupanya telah terjadi kontak senjata antara tim yang dipimpin
Serda Mursid dengan pihak musuh. Tugas tim kedua adalah mengadakan
pencegatan, namun karena tim tidak dibekali dengan alat komunikasi, maka
tugas ini pun gagal.
Satu jam kemudian pertempuran pun reda.
Tim KKO - AL memutuskan untuk bersembunyi di rawa tak jauh dari
perkampungan penduduk. Setelah 1 jam beristiharat, gerakan diteruskan
menuju kampung dan sampai di sebuah rumah dan menemui penghuninya yang
mengaku bernama Hasan. Hasan ini mengaku keturunan Indonesia asal Jawa.
Di rumah tersebut tim mendapat pelayanan
yang cukup baik, sehingga terjadilah percakapan yang kurang hati hati
dari tim yang menyangkut penugasan tim. Tanpa rasa curiga, Hasan pun
menyatakan bersedia bekerja sama dengan tim KKO - AL. Bahkan Hasan pun
sudah menunjuk tempat perlindungan yang jaraknya tidak jauh dari
rumahnya, sekitar 1 km dari perkampungan.
Pada tanggal 30 Agustus tengah hari,
datanglah Hasan membawa seorang laki laki yang diakuinya sebagai
pamannya ke tempat persembunyian tim, untuk menyampaikan informasi.
Kemudian ia menyarankan agar tim berpindah lagi ke gubuk lain sejauh 500
meter dari persembunyian pertama. Karena sudah terlanjur percaya pada
si Hasan, tim pun segera bergerak ke lokasi yang ditunjukkan.
Namun apa yang terjadi ?
Sekitar setengah jam kemudian, tim mendapat serangan mendadak sehingga tim kehilangan 2 anggota yaitu Prajurit Satu Kahar dan seorang guide asal Malaysia. Kopral Yacobus terkena tembakan di siku kanan, hngga senjatanya lepas. Prajurit Satu Siahuri terluka parah, sedangkan Kopral Priyono berhasil menyelamatkan diri ke sungai. Di tengah tengah situasi terjebak tembakan gencar tersebut, musuh berteriak “ Surender !!! Surender !!!” Teriakan ini diulangi lebih keras “Kalau mau hidup, Surender cepat !!!”
Anggota tim yang pingsan dan banyak mengeluarkan darah ini tertangkap musuh. Selanjutnya mereka dirawat seperlunya oleh musuh dan diserahkan ke Balai Polis setempat.
Ternyata si Hasan ini adalah pengkhianat.
Pura pura mau menolong ternyata ada udang di balik batu. Ia
mengharapkan hadiah dari aparat keamanan setempat, apalagi jika dapat
menangkap pasukan KKO - AL Indonesia. Siagian sendiri akhirnya tertawan,
sedangkan 3 anggota tim lainnya berhasil kembali ke pangkalan di
Indonesia dengan selamat.
Regu satu yang dipimpin Serda Mursid
akhirnya sampai di Gunung Pulai. Namun karena lokasi sasaran sudah
diketahui musuh sebagai daerah tujuan tim, pasukan Marinir dikepung oleh
musuh yang jauh lebih kuat. Terjadilah pertempuran sengit hingga
akhirnya pasukan Serda Mursid kehabisan peluru. Mereka tetap gigih
melawan hingga akhirnya 3 orang anggota pun gugur, termasuk Serda Mursid
sendiri. Sisa anggota regu tertawan musuh.
Maka berakhirlah kisah heroik operasi pendaratan di Pontian, Johor Baru, Malaysia.
1. Prajurit Satu Kahar ( IPAM )
2. Sersan Mayor Satu Mursid ( IPAM )
3. Sersan Satu Ponadi ( IPAM )
4. Sersan Satu Mohamadong ( Pasinko )
5. Sersan Dua Yacob ( IPAM )
6. Sersan Dua Tohir ( Batalyon 3 )
7. Kopral Syahbuddin ( Pasinko )
8. Kopral Dulmanan ( IPAM )
Sumber : Kisah Kompi X di Rimba Siglayan
https://bpn16.wordpress.com/2010/09/13/operasi-pendaratan-di-pontian-johor-baru-dalam-kampanye-dwikora/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar